Rabu, 06 April 2011

senengnya

bahagia, terharu, n bangga perasaaan yang muncul saat namaku di kenal oleh profesor nur syam, selaku rektor kampusku IAIN Sunan Ampel Surabaya, tak ku sangka namaku bisa di ingat olehnya karena tulisanku masuk di rubriknya jawa pos for her pada desember lalu.

ucapan selamat tiba-tiba datang menghampiriku, bahagia memang karena ternyata pak rektor bangga memiliki mahasiswa macam aku, memang aku baru menorehkan karyaku satu kali, itupun karena desakan n anjuran dari kakak yang berinisial AH untuk memasukkan tulisanku di jawa pos for her, meski aku tidak masuk dalam 25 besar untuk memenangkan hadiah pergi ke amerika tapi bagiku tulisanku bisa masuk di jawa pos dan di baca oleh banyak orang sehingga rektorpun memberikan apresiasi sedemikian itu di depan teman-teman mahasiswa yang menghadiri pelantikla dema di ruang sidang rektorat.

tapi bagiku rasa bangga itu tak lebih hanyalah perasaan bahagia, karena di kenal oleh banyak orang dengan di sebutkan nama, fakultas, n asal daerah ku di depan teman-teman, tapi di balik itu aku menyimpan kesedihan yang mungkin tak pernah di fikirkan oleh teman-teman.

seperti yang teman-teman tahu aku hanyalah mahasiswa yang datang dari desa pinggiran di kota bojonegoro, dan dari keluarga yang gak punya sehingga untuk biaya kuliah di surabayapun aku harus berjuang untuk biaya kuliah dan biaya hidupku selama di surabaya, aku tak mungkin merengek ke orang tua untuk mengirim biaya sekian juta, karena untuk menyambung hidup di rumahpun orang tua sangatlah sulit.

maaf sebelumnya pak rektor aku telah meminta bantuanmu, awal semester 6 ini aku memang lagi kesulitan biaya sehingga aku meminta bantuanmu, n terima kasih engkau berikan 300 ribu hingga ku tak jadi mengambil cuti, mungkin aku satu-satunya mahasiswa cewek yang berani mengutarakan kesulitanku di depanmu pak,aku beranikan diri karena aku butuh n mungkin penilaianmu aku tak punya malu, tapi beruntungnya aku karena aku memiliki rektor sepertimu, orang yang baik hati, tetapi ku harapkan kebaikanmu tidak selesai cukup sampai disini, karena ku dengar KKN tahun ini harus merogoh kocek mahasiswa, sehingga ku juga menjadi korban atas itu. ku harapkan bapak bersama rekan-rekan rektorat sudi memikirkan mahasiswa macam aku, karena ku yakin banyak mahasiswa sepertiku tapi tak beranikan diri tuk ungkapkan kepadamu.
ku harapkan jeritan hatiku ini akan kau baca..... maaf jika coretan ini menyakitimu
terim,a kasih atas bantuanmu.

Efek Komunikasi Massa

Efek Komunikasi Massa

Makalah

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
“Psikologi Konseling”











Dosen Pengampu:
Mukhoiyaroh, M.Ag


Oleh:
Aisyah Umaroh
D03208046




FAKULTAS TARBIYAH
JURUSAN KEPENDIDIKAN ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA
2011


BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH
Perkembangan teknologi telah membawa kita pada era komunikasi massa sejak ditemukannya mesin cetak Guttenberg yang memungkinkan diproduksinya buku-buku secara massal sampai mencapai puncaknya setelah ditemukannya internet. Penemuan Guttenberg mendorong terbitnya surat kabar pertama. Setelah revolusi industri dan teknologi, listrik yang memacu energi pabrik dan transportasi, melandasi muncul dan berkembangnya radio, film, dan televisi yang pada perkembangan selanjutnya menciptakan teknologi informasi yang multimedia seperti jaringan internet.
Sejak tahun 1964 komunikasi massa telah mencapai publik dunia secara langsung dan serentak. Melalui satelit komunikasi sekarang ini kita dimungkinkan untuk menyampaikan informasi (pesan) berupa data, gambar, maupun suara kepada jutaan manusia di seluruh dunia secara serentak. Perkembangan teknologi komunikasi/informasi yang bergerak cepat membawa kita menuju era masyarakat informasi, dimana hampir segala aspek kehidupan dipengaruhi oleh keberadaan media yang semakin jauh memasuki ruang kehidupan manusia.
Wilbur Schramm menyatakan bahwa luas sempitnya ruang kehidupan seseorang, yang awalnya ditentukan pada kemampuan baca tulis, selanjutnya ditentukan oleh seberapa banyak ia bergaul dengan media massa. Artinya media memiliki pengaruh yang signifikan pada kehidupan manusia.
Dengan adanya pengaruh media massa yang di timbulkan kepada masyarakat, pasti aka nada banyak efek yang di timbulkan dari efekk afektif, efek kognitif, hingga efek behavioral, untuk itu penulis akan menjabarkan berbagai efek yang di timbulkan oleh media massa sebagai permasalahan yang penulis angkat dalam makalah ini dengan tema “efek Media Massa dalam masyarakat”


B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana efek kehadiran media massa?
2. Bagaimana efek kognitif komunikasi massa?
3. Bagaimana efek afektif komunikasi massa?
4. Bagaimana efek behavioral komunikassi massa?

C. TUJUAN
Dengan mengetahui efek yang di timbulkan oleh media massa baik itu efek yang negative maupun efek yang positif, di harapkan kepada penulis dan mahasiswa
psikologi komunikasi khususnya dapat menggunakan media massa sebagai media yang dapat di manfaatkan semaksimal mungkin dan tidak di perbudak oleh media.

BAB II
PEMBAHASAN


A. Efek Kehadiran Media Massa
McLuhan mengatakan bahwa “Media adalah pesan itu sendiri”, yang dimaksud adalah apa yang disampaikan media kepada masyarakat ternyata lebih dari apa yang akan diterima masyarakat itu jika mereka berkomunikasi tanpa media. Artinya adanya materi cetak lebih penting dari kandungan maksud yang disampaikannya, dan keberadaan televisi lebih penting daripada apa yang ditayangkannya.
Kita tidak harus setuju dengan McLuhan, misalnya bahwa isi pesan tidak sepenting media itu sendiri, namun kita sepakat tentang adanya efek media massa dari kehadirannya sebagai benda fisik. Steven H. Chaffee menyebut lima hal:
1. Efek ekonomis, Efek ekonomi sudah jelas, bahwa kehadiran media massa menggerakkan berbagai usaha. Mulai dari mereka yang memiliki usaha misalnya usaha dalam bidang perj\hotelan dapat membayar iklan untuk menarik para pengguna jasa hotelnya lewat media, entah lewat media elektronik maupun media cetak. Dan bisa di pastikan akan laku keras jika di bandingkan dengan usaha yang tidak di iklankan.
2. efek sosial, berkenaan dengan perubahan pada struktur atau interaksi social akibat kehadiran media massa. Setelah kehadiran televise misalnya di pedesaan seseorang akan terlihat berbeda dengan mereka yang tiudak memiliki televise, karena mereka yang memiliki televise akan megetahui kejadian di luar tempat tinggalnya, meski ia hanya duduk-duduk di rumah seharian.
3. efek pada penjadwalan kegiatan sehari-hari, terjadi terutama dengan kehadiran televisi. Kehadiran televisi dapat mengurangi waktu bermain, tidur, membaca, dan menonton film. Gejala ini disebut oleh Joyce Cramond (1976) sebagai “displacement effects” (efek alihan) yang ia definisikan sebagai reorganisasi kegiatan yang terjadi karena masuknya televise; beberapa kegiatan dikurangi dan beberapa kegiatan lainnya dihentikan sama sekali karena waktunya dipakai untuk menonton televisi.
4. efek pada penyaluran/penghilangan perasaan tertentu Sering terjadi orang menggunakan media untuk menghilangkan perasaan tidak enak, misalnya kesepian, marah, kecewa, Media dipergunakan tanpa mempersoalkan isi pesan yang disampaikan. Dengan melihat berbagai acara yang di tampilkan oleh televise misalnya seseorang secara tiba-tiba akan tertawa dan menangis sendiri karena melihat adegan dalam acara televise tersebut.
5. efek pada perasaan orang terhadap media. hilangnya perasaan tidak enak dan tumbuhnya perasaan tertentu terhadap media massa. Kehadiran media massa juga menumbuhkan perasaan tertentu. Kita memiliki perasaan positif atau negatif pada media tertentu. Tumbuhnya perasaan senang atau percaya pada media massa tertentu mungkin erat kaitannya dengan pengalaman individu bersama media massa tersebut; boleh jadi faktor isi pesan mula-mula amat berpengaruh, tetapi kemudian jenis media itu yang diperhatikan, apa pun yang disiarkannya.


B. Efek Kognitif Komunikasi Massa
Kognisi adalah semua proses yang terjadi di fikiran kita yaitu, melihat, mengamati, mengingat, mempersepsikan sesuatu, membayangkan sesuatu, berfikir, menduga, menilai, mempertimbangkan dan memperkirakan. Media mempunyai pengaruh yang sangat kuat dalam pembentukan kognisi seseorang. Media memberikan informasi dan pengetahuan yang pada akhirnya dapat membentuk persepsi.
Efek kognitif adalah akibat yang timbul pada diri komunikan yang sifatnya informative bagi dirinya. Dalam efek kognitif ini akan dibahas tentang bagaimana media massa dapat membantu khalayak dalam mempelajari informasi yang bermanfaat dan mengembangkan keterampilan kognitif. Melalui media massa, kita memperoleh informasi tentang benda, orang atau tempat yang belum pernah kita kunjungi secara langsung.
Seseorang mendapatkan informasi dari televisi, bahwa “Robot Gedek” mampu melakukan sodomi dengan anak laki-laki di bawah umur. Penonton televisi, yang asalnya tidak tahu menjadi tahu tentang peristiwa tersebut. Di sini pesan yang disampaikan oleh komunikator ditujukan kepada pikiran komunikan. Dengan kata lain, tujuan komunikator hanya berkisar pada upaya untuk memberitahu saja.
Menurut Mc. Luhan, media massa adalah perpanjangan alat indera kita (sense extention theory; teori perpanjangan alat indera). Dengan media massa kita memperoleh informasi tentang benda, orang atau tempat yang belum pernah kita lihat atau belum pernah kita kunjungi secara langsung . Realitas yang ditampilkan oleh media massa adalah relaitas yang sudah diseleksi. Kita cenderung memperoleh informasi tersebut semata-mata berdasarkan pada apa yang dilaporkan media massa. Televisi sering menyajikan adegan kekerasan, penonton televisi cenderung memandang dunia ini lebih keras, lebih tidak aman dan lebih mengerikan.
Karena media massa melaporkan dunia nyata secara selektif, maka sudah tentu media massa akan mempengaruhi pembentukan citra tentang lingkungan sosial yang bias dan timpang. Oleh karena itu, muncullah apa yang disebut stereotip, yaitu gambaran umum tentang individu, kelompok, profesi atau masyarakat yang tidak berubah-ubah, bersifat klise dan seringkali timpang dan tidak benar. Sebagai contoh, dalam film India, wanita sering ditampilkan sebagai makhluk yang cengeng, senang kemewahan dan seringkali cerewet. Penampilan seperti itu, bila dilakukan terus menerus, akan menciptakan stereotipe pada diri khalayak Komunikasi Massa tentang orang, objek atau lembaga. Di sini sudah mulai terasa bahayanya media massa. Pengaruh media massa lebih kuat lagi, karena pada masyarakat modern orang memperoleh banyak informasi tentang dunia dari media massa.
Sementara itu, citra terhadap seseorang, misalnya, akan terbentuk (pula) oleh peran agenda setting (penentuan/pengaturan agenda). Teori ini dimulai dengan suatu asumsi bahwa media massa menyaring berita, artikel, atau tulisan yang akan disiarkannya. Biasanya, surat kabar mengatur berita mana yang lebih diprioritaskan. Ini adalah rencana mereka yang dipengaruhi suasana yang sedang hangat berlangsung. Sebagai contoh, bila satu setengah halaman di Media Indonesia memberitakan pelaksanaan Rapat Pimpinan Nasional Partai Golkar, berarti wartawan dan pihak redaksi harian itu sedang mengatur kita untuk mencitrakan sebuah informasi penting. Sebaliknya bila di halaman selanjutnya di harian yang sama, terdapat berita kunjungan Megawati Soekarno Putri ke beberapa daerah, diletakkan di pojok kiri paling bawah, dan itu pun beritanya hanya terdiri dari tiga paragraf. Berarti, ini adalah agenda setting dari media tersebut bahwa berita ini seakan tidak penting. Mau tidak mau, pencitraan dan sumber informasi kita dipengaruhi agenda setting.
Media massa tidak memberikan efek kognitif semata, namun ia memberikan manfaat yang dikehendaki masyarakat. Inilah efek prososial. Bila televisi menyebabkan kita lebih mengerti bahasa Indonesia yang baik dan benar, televisi telah menimbulkan efek prososial kognitif. Bila majalah menyajikan penderitaan rakyat miskin di pedesaan, dan hati kita tergerak untuk menolong mereka, media massa telah menghasilkan efek prososial afektif. Bila surat kabar membuka dompet bencana alam, menghimbau kita untuk menyumbang, lalu kita mengirimkan wesel pos (atau, sekarang dengan cara transfer via rekening bank) ke surat kabar, maka terjadilah efek prososial behavioral


C. Efek Afektif Komunikasi Massa
Efek ini kadarnya lebih tinggi daripada Efek Kognitif. Tujuan dari komunikasi massa bukan hanya sekedar memberitahu kepada khalayak agar menjadi tahu tentang sesuatu, tetapi lebih dari itu, setelah mengetahui informasi yang diterimanya, khalayak diharapkan dapat merasakannya. Sebagai contoh, setelah kita mendengar atau membaca informasi artis kawakan Roy Marten dipenjara karena kasus penyalah-gunaan narkoba, maka dalam diri kita akan muncul perasaan jengkel, iba, kasihan, atau bisa jadi, senang. Perasaan sebel, jengkel atau marah daat diartikan sebagai perasaan kesal terhadap perbuatan Roy Marten. Sedangkan perasaan senang adalah perasaan lega dari para pembenci artis dan kehidupan hura-hura yang senang atas tertangkapnya para public figure yang cenderung hidup hura-hura. Adapun rasa iba atau kasihan dapat juga diartikan sebagai keheranan khalayak mengapa dia melakukan perbuatan tersebut.
Kegembiraan juga tidak dapat diukur dengan tertawa keras ketika menyaksikan adegan lucu. Tetapi para peneliti telah berhasil menemukan faktor-faktor yang mempengaruhi intensitas rangsangan emosional pesan media massa. Faktor-faktor tersebut antara lain:
1. Suasana emosional, menonton sebih sinetron di televisi atau membaca novel akan dipengaruhi oleh suasana emosional kita. Adegan-adegan lucu akan menyebabkan kita tertawa terbahak-bahak bila kita menontonnya dalam keadaan senang.
2. Skema Kognitif, merupakan naskah yang ada dalam pikiran kita yang menjelaskan tentang alur peristiwa. Kita tau bahwa dalam sebuah film action ‘sang jagoan; pada akhirnya akan menang.
3. Suasana Terpaan (Setting Exposure), Tayangan misteri di tv, membuat kita berpikir bahwa kehidupan mahluk itu adalah sebagaimana yang kita lihat dalam film atau sinetron tersebut.
4. Predisposisi Individual, mengacu pada karakteristik khas individu. Orang yang melankolis cenderung menanggapi trahdi lebih emosional daripada orang yang periang. Orang yang periang akan senang bila melihat adegan-adegan lucu atau film komedi daripada orang yang melankolis. Beberapa pnelitian membuktikan bahwa acra yang sama bisa ditanggapi berlainan oleh orang-orang yang berbeda.

5. Faktor Identifikasi, menunjukkan sejauhmana orang merasa terlibat dengan tokoh yang ditonjolkan dalam media massa. Dengan identifikasi, penonton, pembaca atau pendengar menempatkan dirinya dalam posisi tokoh tersebut.
Dalam kaitannya dengan pembentukan dan perubahan sikap, pengaruh media massa dapat disimpulkan pada lima prinsip umum:
1. Pengaruh komunikasi massa diantarai oleh faktor-faktor seperti predisposisi personal, proses selektif, keanggotaan kelompok (atau hal-hal yang berkenaan dengan faktor personal).
2. Karena faktor-faktor ini, komunikasi massa biasanya berfungsi memperkokoh sikap dan pendapat yang ada, walaupun kadang-kadang berfungsi sebagai media pengubah (agent of change).
3. Bila komunikasi massa menimbulkan perubahan sikap, perubahan kecil pada intensitas sikap lebih umum terjadi daripada “konversi” (perubahan seluruh sikap) dari satu sisi masalah ke sisi yang lain.
4. Komunikasi massa cukup efektif dalam mengubah sikap pada bidang-bidang di mana pendapat orang lemah, misalnya pada iklan komersial.
5. Komunikasi massa cukup efektif dalam menciptakan pendapat tentang masalah-masalah baru bila tidak ada predisposisi yang harus diperteguh (Oskamp, 1977:149).
Artinya semua sikap bersumber pada organisasi kognitif – pada informasi dan pengetahuan yang dimiliki seseorang (Asch, 1952:563-564). Singkatnya, sikap ditentukan oleh citra. Pada gilirannya, citra ditentukan oleh sumber-sumber informasi. Di antara sumber informasi yang paling penting adalah media massa.
Para peneliti kebanyakan tidak berhasil menemukan perubahan sikap yang berarti sebagai pengaruh media massa. Berbagai dalih dikemukakan, namun ada satu yang dapat menjelaskan dengan lebih baik mengapa demikian. Menurut Asch, semua sikap bersumber pada organisasi kognitif – pada informasi dan pengetahuan yang kita miliki. Sikap selalu diarahkan pada objek, kelompok, atau orang. Tidak akan ada teori sikap atau aksi-sosial yang tidak didasarkan pada penyelidikan tentang dasar-dasar kognitifnya.
Seperti yang dikemukakan Oskamp, pengaruh komunikasi massa diantarai oleh faktor-faktor seperti predisposisi personal, proses selektif, keanggotaan kelompok. Khalayak tidaklah seragam, mereka memiliki keunikan dan kesadaran individu. Bahkan dalam satu kelompok mahasiswa, penulis mendapatkan fakta-fakta yang jauh berbeda dan berlawanan.
Dalam studi komprehensifnya mengenai dampak media massa, Joseph T. Kappler melaporkan bahwa orang-orang mencari hiburan acapkali karena mereka ingin melepaskan tekanan emosinya dari beratnya kehidupan sehari-hari. Mereka ingin menentramkan perasaan dengan cara membaca komik, menonton film bioskop, serta menikmati acara hiburan di radio dan televisi. Di samping itu, hiburan juga berfungsi sebagai elemen penting kehidupan yang baik, bahkan juga bisa berfungsi sebagai simbol status. Paling tidak, hiburan membantu seseorang merasa gembira. Komik hiburan, novel, maupun film atau kartun, mampu mempengaruhi emosi (afeksi) pembaca atau penontonnya dengan lebih baik dari berita di surat kabar atau televisi.

D. Efek Behavioral Komunikasi Massa
Efek behavioral merupakan akibat yang timbul pada diri khalayak dalam bentuk perilaku, tindakan atau kegiatan. Adegan kekerasan dalam televisi atau film akan menyebabkan orang menjadi beringas. Program acara memasak bersama Rudi Khaeruddin, misalnya, akan menyebabkan para ibu rumah tangga mengikuti resep-resep baru. Bahkan, kita pernah mendengar kabar seorang anak sekolah dasar yang mencontoh adegan gulat dari acara SmackDown yang mengakibatkan satu orang tewas akibat adegan gulat tersebut. Namun, dari semua informasi dari berbagai media tersebut tidak mempunyai efek yang sama.
Radio, televisi atau film di berbagai negara telah digunakan sebagai media pendidikan. Sebagian laporan telah menunjukkan manfaat nyata dari siaran radio, televisi dan pemutaran film. Sebagian lagi melaporkan kegagalan. Misalnya, ketika terdapat tayangan kriminal pada program “Buser” di SCTV menayangkan informasi: anak SD yang melakukan bunuh diri karena tidak diberi jajan oleh orang tuanya. Sikap yang diharapkan dari berita kriminal itu ialah, agar orang tua tidak semena-mena terhadap anaknya, namun apa yang didapat, keesokan atau lusanya, dilaporkan terdapat berbagai tindakan sama yang dilakukan anak-anak SD. Inilah yang dimaksud perbedaan efek behavior. Tidak semua berita, misalnya, akan mengalami keberhasilan yang merubah khalayak menjadi lebih baik, namun pula bisa mengakibatkan kegagalan yang berakhir pada tindakan lebih buruk.
Mengapa terjadi efek yang berbeda? Belajar dari media massa memang tidak bergantung hanya ada unsur stimuli dalam media massa saja. Kita memerlukan teori psikologi yang menjelaskan peristiwa belajar semacam ini. Teori psikolog yang dapat mnejelaskan efek prososial adalah teori belajar sosial dari Bandura. Menurutnya, kita belajar bukan saja dari pengelaman langsung, tetapi dari peniruan atau peneladanan (modeling). Perilaku merupakan hasil faktor-faktor kognitif dan lingkungan. Artinya, kita mampu memiliki keterampilan tertentu, bila terdapat jalinan positif antara stimuli yang kita amati dan karakteristik diri kita. Efek prososial media massa dapat dijelaskan oleh teori Belajar Sosial dari Bandura. Menurut Bandura, kita belajar bukan saja dari pengalaman langsung, tetapi dari peniruan atau peneladanan (modeling). Perilaku merupakan hasil factor-faktor kognitif dan lingkungan. Artinya, kita mampu memiliki keterampilan tertentu, bila terdapat jalinan positif antara stimuli yang kita amati dan karakteristik diri kita.
Bandura menjelaskan proses belajar social dalam empat tahapan proses: proses perhatian, proses pengingatan (retention), proses reproduksi motoris, dan proses motivasional. Proses belajar diawali munculnya peristiwa yang dapat diamati secara langsung oleh seseorang tertentu atau gambaran pola pemikiran, yang disebut Bandura sebagai abstract modelling – misalnya sikap, nilai, atau persepsi realitas social. Melalui media massa, seseorang dapat mengamati orang lain yang terlibat dalam perilaku tertentu di televisi, misalnya, dan dapat mempraktekkan perilaku itu dalm kehidupannya.
Menurut Bandura, peristiwa yang menarik perhatian ialah yang tampak menonjol dan sederhana, terjadi berulang-ulang, atau menimbulkan perasaan positif pada pengamatnya. Selain pengaruh factor personal, faktor-faktor lain sebagai penentu dalam pemilihan apa yang akan diperhatikan dan diteladani adalah: karakteristik demografis, kebutuhan, suasana emosional, nilai, dan pengalaman masa lalu.
Setelah pengamatan, proses selanjutnya adalah penyimpanan hasil pengamatan dalam pikiran untuk dipanggil kembali saat akan bertindak sesuai teladan yang diberikan. Kemudian pada proses reproduksi motoris seseorang menghasilkan kembali perilaku teladan atau tindakan yang diamatinya. Pelaksanaan perilaku teladan dapat terjadi ketika dikuatkan dengan suatu penghargaan atau motivasi. Inilah yang disebut proses motivasional.
Media massa mampu mempengaruhi perilaku khalayaknya. Menurut teori belajar sosial dari Bandura, orang cenderung meniru perilaku yang diamatinya; stimuli menjadi teladan untuk perilakunya. Hampir semua responden yang penulis amati berperilaku mengikuti trend yang ditampilkan oleh televisi. Cara berbicara dengan menggunakan bahasa gaul, cara berpakaian artis dalam sinetron, penggunaan produk-produk yang ditampilkan oleh iklan, sampai cara mengemukakan pendapat ala mahasiswa yang identik dengan demonstrasi dan membakar ban di jalan raya.
Permulaan proses belajar ialah munculnya peristiwa yang dapat diamati secara langsung atau tidak langsung oleh seseorang. Peristiwa ini dapat berupa tindakan tertentu (misalnya menolong orang tenggelam) atau gambaran pola pemikiran, yang disebut Bandura sebagai “abstract modeling” (misalnya sikap, nilai, atau persepsi realitas sosial). Kita mengamati peristiwa tersebut dari orang-orang sekita kita.bila peristiwa itu sudah dianati, terjadilah tahap pertama belajar sosial: perhatian. Kita baru pata mempelajari sesuatu bila kita memperhatikannya. Setiap saat kita menyaksikan berbagai peristiwa yang dapat kita teladani, namun tidak semua peristiwa itu kita perhatikan.
Perhatian saja tidak cukup menghasilkan efek prososial. Khalayak harus sanggup menyimpan hasil pengamatannya dalam benak benaknya dan memanggilnya kembali ketika mereka akan bertindak sesuai dengan teladan yang diberikan. Untuk mengingat, peristiwa yang diamati harus direkam dalam bentuk imaginal dan verbal. Yang pertama disebut visual imagination, yaitu gambaran mental tentang peristiwa yang kita amati dan menyimpan gambaran itu pada memori kita. Yang kedua menunjukkan representasi dalam bentuk bahasa. Menurut Bandura, agar peristiwa itu dapat diteladani, kita bukan saja harus merekamnya dalam memori, tetapi juga harus membayangkan secara mental bagaimana kita dapat menjalankan tindakan yang kita teladani. Memvisualisasikan diri kita sedang melakukan sesuatu disebut seabagi “rehearsal”.
Selanjutnya, proses reroduksi artinya menghasilkan kembali perilaku atau tindakan yang kita amati. Tetapi apakah kita betul-betul melaksanakan perilaku teladan itu bergantung pada motivasi? Motivasi bergantung ada peneguhan. Ada tiga macam peneguhan yang mendorong kita bertindak: peneguhan eksternal, peneguhan gantian (vicarious reinforcement), dan peneguhan diri (self reinforcement). Pelajaran bahasa Indonesia yang baik dan benar telah kita simpan dalam memori kita. Kita bermaksud mempraktekkannya dalam percakapan dengan kawan kita. Kita akan melakukan hanya apabila kita mengetahui orang lain tidak akan mencemoohkan kitam atau bila kita yakin orang lain akan menghargai tindakan kita. Ini yang disebut peneguhan eksternal. Jadi, kampanye bahasa Indoensia dalam TVRI dan surat kabar berhasil, bila ada iklim yang mendorong penggunaan bahasa Indoensia yang baik dan benar.
Kita juga akan terdorong melakukan perilaku teladan baik kita melihat orang lain yang berbuat sama mendapat ganjaran karena perbuatannya. Secara teoritis, agak sukar orang meniru bahasa Indonesia yang benar bila pejabat-pejabat yang memiliki reutasi tinggi justru berbahasa Indonesia yang salah. Kita memerlukan peneguhan gantian. Walaupun kita tidak mendaat ganjaran (pujian, penghargaan, status, dn sebagainya), tetapi melihat orang lain mendapat ganjaran karena perbuatan yang ingin kita teladani membantu terjadinya reproduksi motor.
Akhirnya tindakan teladan akan kita lakukan bila diri kita sendiri mendorong tindakan itu. Dorongan dari diri sendiri itu mungkin timbul dari perasaan puas, senang, atau dipenuhinya citra diri yang ideal. Kita akan mengikuti anjuran berbahasa Indonesia yang benar bila kita yakin bahwa dengan cara itu kita memberikan kontribusi bagi kelestarian bahasa Indonesia.




BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Efek kehadiran media; memiliki perasaan positif pada media televisi dibandingkan media lainnya. Karenanya televisi lebih mendapat kepercayaan sebagai sumber informasi dan hiburan. Efek kehadiran televisi adalah penjadwalan ulang berbagai kegiatan. Kegiatan mereka, termasuk kuliah, ikut terpengaruh oleh jadwal acara televisi yang mereka tonton.
Efek Kognitif media; media merupakan sumber informasi yang membantu mahasiswa untuk memperoleh pengetahuan mengenai berbagai aspek kehidupan. Efek kognitif yang positif memberikan wawasan yang luas kepada para mahasiswa dan membantunya memahami berbagai persoalan. Efek negatifnya adalah memberikan pandangan yang keliru atau parsial mengenai dunia, juga menanamkan ideologi tertentu yang akan mempengaruhi sikap dan perilakunya kemudian. Namun efek kognitif yang positif masih kurang di kalangan mahasiswa. Efek kognitif inilah yang mendasari perubahan sikap dan perilaku seseorang dan mempengaruhi prioritasnya dalam hidup.
Efek afektif media; selain memberikan informasi, media memberikan efek emosional pada diri khalayaknya. Efek afektif media diantaranya mampu mempengaruhi khalayak mahasiswa untuk lebih peduli pada masalah sosial yang terjadi di masyarakat.
Efek behavioral media; media juga dapat mempengaruhi perilaku khalayaknya. Sebagian besar, jika tidak semua, mahasiswa mengikuti teladan yang diberikan media. Perilaku dan gaya hidup yang ditampilkan televisi banyak ditiru di kehidupan nyata.

DAFTAR PUSTAKA

Rakhmat, Jalaluddin, 2005, Psikologi Komunikasi – Edisi Revisi, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya

Rivers, William L., Jay W. Jensen, & Theodore Peterson, 2003 Media Massa & Masyarakat Modern, Jakarta: Prenada Media

http://bagusboedhi.blogspot.com/2009/03/efek-komunikasi-massa-komunikasi-massa.html

?Nilai Budaya dalam Masyarakat

Nilai-Nilai dan Budaya Dalam Masyarakat


Makalah ‎

‎ Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah
“Psikologi Lintas Budaya”






Oleh :
‎Aisyah Umaroh
D03208046

Dosen Pengampu :‎
Drs.H. Masyhudi Ahmad, M.Pd.I.


FAKULTAS TARBIYAH
JURUSAN KEPENDIDIKAN ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA
‎2011

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari-hari semua manusia di muka bumi ini tidak akan pernah bisa terlepas dari yang namanya nilai-nilai, baik itu nilai social, nialai pribadi, maupun nilai budaya.
Di dalam masyarakat yang sangat beragam tentunya nilai yang di gunakanpun akan sangat beragam, karena ada pepatah “lain ladang lain pula belalang” dari pepatah ini tentunya kita sudah dapat memahami akan adanya aturan, nilai, adat yang sangat berbeda dari masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lain.
Dengan adanya masalah yang beragam di masyarakat itulah akhirnya penulis mencoba membahas Dalam makalah ini dengan menjabarkan beberapa definisi tentang nilai sekaligus factor-faktor nilai dan juga nilainya,

B. Rumusan masalah
A. Apakah nilai itu?
B. Apakah fungsi dari nilai?
C. Bagaimana Teori-teori nilai dan pengukurannya ?

C. Tujuan
Mengetahui dan memahami tentang nilai,fungsi dari nilai dan teori-teori tentang nilai sehingga tidak kebingungan dalam menghadapi di masyarakat yang pluralsm,e yang tentunya memiliki budaya dan nilai yang sangat berbeda.

BAB II
PEMBAHASAN


A. Definisi nilai
Menurut beberapa ahli dalam bukunya tiri daya kisni dan salis yuniardi yang berjudul “Psikologi lintas budaya” menyebutkan:
a. loners dan malpasss (1994) nilai melibatkan keyakinan umum tentang cara bertingkah laku yang di inginkan dan yang tidak di inginkan dan tujuan atau keadaan akhir yang di inginkan atau tidak di inginkan.
b. kluckhohn (dalam adi subroto1993) menyatakan bahwa nilai merupakan suatu konsepsi yang dapat terungkap secara eksplisit atau implicit yang menjadi cirri khas individu atau karakteristik suatu kelompok mengenai hal-hal yang di inginkan dan berpengaruh terhadap proses seleksi dan sejumlah modus, cara dan hasil akhir suatu tindakan.
c. Geerthofstede (dalam dananjaya, 1986) berpendapat bahwa nilai merupakan suatu kecenderungan luas untuk lebih menyukai atau memilih keadaan-keadaan tertentu di banding dengan yang lain. Nilai merupakan suatu perasaan yang mendalam yang di miliki oleh anggota masyarakat yang akan sering menentukan perbuatan atau tindak-tanduk perilaku masyarakat.
d. Rokeach (dalam looner dan malpass,1994) nilai adalah suatu keyakinan yang relative stabil tentang model-model perilaku spesifik yang di inginkan dan keadaan akhir eksistensi yang lebih di inginkan secara pribadi dan social dari pada model perilaku atau keadaan akhir eksistensi yang berlawanan atau sebaliknya. Yang akhirnya ia berpendapat nilai menduduki posisi di tengah-tengah antara kebudayaan sebagai anteseden dan perilaku manusia sebagai koinsekwensi, karena posisinya yang sentral inilah akhirnya nilai bisa di katakana variable bebas atupun variable terikat.

Sebagai variabel bebas terhadap perilaku manusia, di sini nilai sama fungsi psikisnya seperti sikap, kebutuhan dan sebagainyayang memiliki dampak luas terhadap hamper semua aspek perilaku manusia dalam konteks sosialnya. Sebagai variable terikat terhadap pengaruh social budaya dari masyarakat yang di huni yang merupakan hasil pembentukan dari factor-faktor kebudayaan, pranata dan pribadi-pribadi dalam masyarakat tersebut selama hidupnya.
Kaitan antara sikap, nilai dan tingkah laku dapat di gambarkan sebagai berikut:








Dari gambar di atas menunjukkan bahwa pengaruh nilai-nilai budaya pada nilai-nilai pribadi dan kebutuhan seseorang. Sedangkan nilai-nilai pribadi dan kebutuhan saling mempengaruhi. Keduanya mempengaruhi sikap dan keyakinan seseorang dan tingkah lakunya. Kebutuhan-kebutuhan seseorang lebih menentukan akan adanya perilaku, sedangkan nilai-nilai pribadi begaimana perilaku yang akan terjadi.

B. Fungsi nilai
Nilai mempunyai beberapa fungsi yang sangat penting dalam kehidupan manusia (adisubroto, 2000) yaitu sebagai berikut:
a. Nilai berfungsi sebagai standart, yaitu standart yang menunjukkan tingkah laku dari berbagai cara, yaitu :
1. Membawa individu untuk mengambil posisi khusus dalam masalah social.
2. Mempengaruhi individu dalam memilih ideologi politik atau agama.
3. Menunjukkan gambaran-gambaran self terhadap orang lain
4. Menilai dan menentukan kebenaran dan kesalahan atas diri sendiri dan orang lain.
5. Merupakan pusat pengkajian tentang proses-proses perbandingan untuk menentukan individu bermoral dan kompeten.
6. Nilai di gunakan untuk mempengaruhi orang laina tau mengubahnya
7. Nilai sebagai standart dalam proses rasionalisasi yang dapat terjadi pada setiap tindakan yang kurang dapat di terima oleh pribadi atau masyarakat dan meningkatkan self-esteem.
b. Nilai berfungsi sebagai rencana umum (general plan) dalam menyelesaikan konflik dan pengambilan keputusan.
c. Nilai berfungsi motivasional. Nilai memiliki komponen motivasional yang kuat seperti halnya komponen kognitif, afektif, dan behavioral.
d. Nilai berfungsi penyesuaian, isi nilai tertentu di arahkan secara langsung kepada cara bertingkah laku serta tujuan akhir yang berorientasi pada penyesuaiam. Nilai berorientasi penyesuaian sebenarnya merupakan nilai semu karena nilai tersebut di perlukan oleh individu sebagai cara untuk menyesuaikan diri dari tekanan kelompok. Di dalam proses penyesuaiannya pertama-tama individu mengubah nilai secara kognitif ke dalam nilai yang dapat di pertahankan secara social maupun personal, dan nilai yang demikian pasti akan mudah untuk penyesuaianm diri dengan nilai yang berbeda.
e. Nilai berfungsi sebagai ego defensive. Di dalam prosesnya nilai mewakili konsep-konsep yang telah tersedia sehingga dapat mengurangi ketegangan dengan lancer dan mudah
f. Nilai berfungsi sebagai pengetahuan dan aktualisasi diri. Nilai sebagai modal tingkah laku atau cara bertin dak secara eksplisit maupun implisit melibatkan fungsi aktualisasi diri. Fungsi pengetahuan berarti pencarian arti kebutuhan untuk mengerti, kecenderungan terhadap kesatuan persepsi dan keyakinan yang lebih baik untuk melengkapi kejelasan dan konsepsi.


C. Teori-teori nilai dan pengukurannya.
Beberapa teori mengenai nilai dalam psikologi lintas budaya antara lain :
1. Teori rokeach
Rokeach memandang nilai sebagai suatu keyakinan yang relatif stabil dalam perwujudannya dapat di jadikan menjadi dua kategori yaitu :
a. Nilai instrumental
Nilai sebagai alat atau instrumental dapat bersifat dua macam yaitu sebagai nilai moral adalah niolai yang berkaitan dengan tingkah laku yang berhubungan intrapersonal terhadap hati nurani. Sedangkan sebagai nilai kompetensi atau aktualisasi diri adalah nilkai instrumental yang fokusnya lebih bersifat pribadi dan tidak terlalu kelihatan berkaitan langsung dengan moralitas.jika terjadi pelanggaran terhadap nilai kompetensi akan berakibat adanya perasaan malu karena ketidak mampuan diri.
b. nilai terminal.
Di bagi menjadi dua macam yaitu bersifat pribadi yaitu nilai di pusatkan pada diri sendiri dan bersifat sosial yaitu nilai yang di pusatkan pada masyaraklat.
Berdasarkan survey nilai rokeach (dalam robbins, 1996) masing-0masing perangkat nilai terdiri atas 18 item nilai individu yaitu :
a. nilai instrumental yang merujuk pada modus perilaku yang lebih di sukaiatau cara mencapai nilai terminal. Aspek yang terkandung di dalamnya adalah : ambisius/giat bekerja, berwawasan luas, mampu, efektif, riang gembira, bersih, berani, memaafkan, bekerja tuk kesejahteraan orang lain, jujur, imaginatif, dan lain sebagainya
b. nilai terminal merujuk ke keadaan akhir eksistensi yang sangat di inginkan. Aspek yang terkandung di dalamnya adalah hidup nyaman, hidup menggairahkan, rasa berprestasi, dunia damai, dunia yang indah, kesempatan yang sama untuk semua, keamanan keluarga, kemerdekaan, kebahagiaan, harmoni, persahabatan sejati.
Teori ini memiliki kelebihan yaitu : mudah dalam administrasi p[enyelenggaraannya dan responden poada umumnya tertarik. Selain itu teori ini juga memliki kelemahan yaitu prosedur ranking hanya memberikan informasi tentang kepentingan relatif dari nilai-nilai yang berbeda dan bukan kepentingan absolut. Terlebih tiap nilai hanya di sajikan dalam bentuk item tunggal karena lebih baik jika di gunakan item ganda untuk tiap-tiap nilai sehingga akan lebih valid.
2. Teori schwartz
Alat ukur tentang nilai yang di susun oleh schwarts menggunakan prosedur ranting dan masih di pengaruhi oleh gaya pengukuran rokeach dalam memisahkan antara nilai instrumental dan n ilai terminal dan menyajikan tiap nilain dalam satu item. Dalam teori ini ada tiga persyaratan bagi eksistensi manusia sehingga semua individu dan masyarakat akan respondif terhadapnya yaitu untuk memnuaskan kebutuhan biologis, untuk mencapai interaksi sosial yang terkoordinir , dan untuk mempertemukan tuntutan institusi untuk mempertahankan hidup dan kesejahteraan kelompok.
Nilai-nilai itu menurut schwartz di klasifikasikan ke dalam sejumlah domain-domain motivasional atau tipe-tipe nilai yang terdiri dari : (a)menuju diri sendiri (self direction) (b)rangsangan (stimulation) (c)menikmati kehidupan (hedonisme) (d)Prestasi (achievement) (e)kekuyasaan (power) (f) keamanan (security) (g) penyesuaian terhjadap tekanan kelompok (conformity) (h) mengikuti kebiasaan-kebiasaan yang berlaku (tradition) (I) spiritualitas (j) kebajikan (k) universalisme.
Jika tipe nilai yang di ajukan schwartz di analo\gikan dengan dimensi individualisme versus kolektifisme nampak bahwa tipe nilai di asumsikan mewakili domensi nilai individualistik (kekuasaan, prtestasi hedonisme, stimulatition,self-direction) sementara beberapa tipe nilai yang lain mewakili dimensi nilai kolektifistik (kebajikan,tradisi, kobnformitas) dan tipe lain lagi di anggap mewakili minat campuran (universalisme, keamanan)
3. Nilai hofstede dan kelompok ahli penghubung kultuir cina
Menurut hofstede secara universal dimensi-dimensi nilai-nilai budaya adalah individualisme-collectivisme, power distance, uncertainty avoidance, dan masculinity. Dimensi nilai-nilai individualisme mendukung anggotanya untuk otonom, menekankan tanggung jawab, dan hak-hajk pribadinya. Dimensi nilai collectivisme mendukung anggotanya untuk menyelaraskan tujuan dan kepentingannya kepada kelompok, bahkan jika perlu mengorbankan diri sendiri demi menjaga harmoni keliompok. Dimensi power distance adalah derajat ketidaksetaraan dalam kekuasaan (piower) antara individu yang memiliki kekuasaan atau status tinggi dengan yang rendah. Mastumoto menyebut dengan istilah perbedaan status yaitu derajat dimana budaya mempertahankan perbedaan status di antara anggota-anggotanya. Uncertainty avoidance adalah derajat dimana budaya mengembangkan institusi dan ritual untuk menyesuaikan dengan kecemasan akibat ketidak pastian dan samar-samar. Masculinity yaitu derajat dimana budaya mendukung perbedaan gender di antara anggota-anggotanya.
Nilai individualism-collectivism di dasarkan pada empat aspek yaitu:
1. Keserasian dalam bersosialisasi (social harmony)
2. Bekerjasama dalamkelompok social (cooperation in social group)
3. Pengendalian diri dalam hubungan dengan kelompok social (self-control)
4. Membagi pengakuan atas penghargaan ( social sharing of recognition)]
Berdasarkan empat itemn tersebut kemudian di sajikan persyaratan dalam hubungan dengan empat kelompook social dari pihak yang berinteraksi yaitu keluarga, teman karib, kolega, dan orang asing.



BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Nilai adalah suatu keyakinan yang relative stabil tentang model-model perilaku spesifik yang di inginkan dan keadaan akhir eksistensi yang lebih di inginkan secara pribadi dan social dari pada model perilaku atau keadaan akhir eksistensi yang berlawanan atau sebaliknya. Yang akhirnya ia berpendapat nilai menduduki posisi di tengah-tengah antara kebudayaan sebagai anteseden dan perilaku manusia sebagai koinsekwensi, karena posisinya yang sentral inilah akhirnya nilai bisa di katakana variable bebas atupun variable terikat.
Pengaruh nilai-nilai budaya pada nilai-nilai pribadi dan kebutuhan seseorang. Sedangkan nilai-nilai pribadi dan kebutuhan saling mempengaruhi. Keduanya mempengaruhi sikap dan keyakinan seseorang dan tingkah lakunya. Kebutuhan-kebutuhan seseorang lebih menentukan akan adanya perilaku, sedangkan nilai-nilai pribadi begaimana perilaku yang akan terjadi.
Nilai mempunyai beberapa fungsi sebagai standart, sebagai rencana umum, motivasional, penyesuaian, sebagai ego defensive, sebagai pengetajhuan dan aktualisasi diri.
Dan teori-teori yang mengenai nilai dalam psikologi lintas budaya, teorinya Teori rokeach, schwartz, dan hofstede.

DAFTAR PUTAKA

Kisni, tridaya & Yuniardi, salis, 2004, Psikologi lintas budaya, Malang : UMM pers,