Senin, 10 Januari 2011

Komersialisasi Pendidikan

Komersialisasi Pendidikan
Pecahnya kabar burung yang selalu jadi perbincangan dikalangan mahasiswa. BLU yang masih jadi topik hangat perbincangan dan yang selalu jadi pertanyaan. siapa yang untung dan rugi dengan sistem ini, instansi atau mahasiswa?
Isu akan diterapkannya badan layanan umum (BLU) di IAIN Sunan Ampel Surabaya bukan isapan jempol semata. Hal ini terbukti saat diadakannya dialog terbuka pada jum’at (26/3) yang membahas tentang dana praktikum yang dikenakan pada mahasiswa semester 2 sebesar 200 ribu dan menyinggung tentang penerapan BLU sendiri. Hal ini mengundang beberapa presepsi dari kalangan mahasiswa terutama organisasi-organisasi mahasiswa yang tidak sepakat dengan sistem tersebut karena dinilai mengkomersilkan pendidikan.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 tahun 2005 tentang pengelolaan keuangan badan layanan umum, melaksanakan ketentuan pasal 69 ayat (7) undang-undang nomor 1 tahun 2004 tentang perbendaharaan negara, perlu menetapkan peraturan pemerintah tentang pengelolaan keuangan badan layanan umum.
Uindang-undang di atas adalah landasan berdirinya badan layanan umum (BLU). Badan ini berorientasi pada kemandirian suatu instansi dengan mencari keuntrungan dalam berbisnis yang didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas. Salah satu sumber mengatakan” bahwa hal ini dilkukan ssbagai batu loncatan lembaga tersebut dalam menyambut datangnya BHP yang wajib diterapkan di semua perguruan tinggi tahun 2013.”
Dalam hal ini akan terlihat komersialisasian pihak instansi terhadap pendidikan dan fasilitas sarana prasarana yang ada dalam instansi tersebut. Ini menjadi miris saat semua pihak akan terarahkan pada proses bisnis dan keuntungan semata. Dan pihak yang dirugikan jelaslah mahasiswa yang telah membayar spp tapi tidak mendapat pelayanan pendidikan yang layak.
Selain itu mahasiswa sendiri sulit memanfaatkan fasilitas yang disediakan karena semuanya dikomersilkan. Hal inilah yang dikhawatirkan banyak mahasiswa karena hanya yang mempunyai uang saja yang dapat mengakses dan memanfaatkan fasilitas kampus. Lebih dikhawatirkan lagi saat pendidikan yang harusnya menjadi tempat mencari ilmu dan proses perubahan akan menjadi lahan bisnis yang menguntungkan.
Pendidikan adalah hak segala bangsa yang diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar tahun 1945 telah menjadi tulisan di kertas dan sejarah belaka takkan ada realitasnya. Karena dengan sistem seperti ini yang dapat hak akses pendidikan adalah mereka yang punya uang. Apakah dengan ini cara pemerintah lepas tangan atas tanggungjawab mencerdaskan seluruh warga negaranya?.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar